Loading...
Kamis, 23 Mei 2013

PPP Kiblat Politik Umat Islam

PPP Kiblat Politik Umat Islam
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan salah satu partai Islam yang terbesar di Indonesia. sebelum kehadiran PKS -yang dulunya Partai Keadilan- Partai ini menjadi pusat suara tunggal umat islam,bersaing dengan PDI dan Golkar pada saat kebijakan penyatuan partai politik rezim Soeharto. Pada saat pendeklarasiannya pada tanggal 5 Januari 1973 partai ini merupakan hasil gabungan dari empat partai keagamaan yaitu Partai Nahdlatul Ulama (NU),Partai Serikat Islam Indonesia (PSII), Perti dan Parmusi. Sebagai wadah politik ummat Islam saat itu PPP menjadi corong utama ummat Islam, dalam menyampaikan pandangan-pandangan politiknya.

Kekuatan PPP yang utama adalah sifatnya yang terbuka sebagai sebuah Partai politik. Seperti yang kita ketahui bersama, pasca reformasi 1998 dan lengsernya Soeharto. Partai politik baru bermunculan meramaikan perpolitikan nasional. Muncullah Partai Amanat Nasional (PAN) yang didirikan Amien Rais, dengan Organisasi masyarakat Muhammadiyah sebagai lumbung suaranya. Lalu ada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang cenderung identik dengan Ormas Nahdhlatul Ulama pimpinan K.H Abdurrahman Wahid. Dan yang paling anyar adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) nama baru dari Partai Keadilan (PK) didominasi para aktivis kampus yang kebanyakan berafiliasi pada Ikhwanul Muslimin, sebuah organisasi islam ideologis multi-nasional,berpusat di Mesir dengan tokohnya Hassan al-Banna.

PPP otomatis menjadi satu-satunya partai Islam yang multi-pemikiran islam. NU,Muhammadiyah,Persis,Masyumi dan Ikhwanul Muslimin melebur menjadi satu dalam “rumah besar ummat Islam” ini. Seiring berjalannya waktu PPP mulai kehilangan tajinya di perpolitikan nasional . Bermunculannya Partai-partai baru semakin menggoyang eksistensi Partai berlambang Ka’bah ini. Kurangnya penguatan di sektor Ideologi Partai , bisa jadi merupakan faktor penting menurunnya elektabilitas partai ini. Semboyan “rumah besar ummat Islam” harusnya menjadi magnet bagi ummat Islam, untuk memberikan suaranya kepada Partai ini. Sifatnya yang terbuka dan fleksibel, selayaknya menjadi daya tarik bagi para voters. Ketidak mampuan para kader untuk mengejawantahkan pesan-pesan politik dalam tubuh PPP, membuat predikat “pemenang pemilu” akan sulit tercapai.

Salah seorang peneliti senior Burhanuddin Muhtadi mengatakan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) membutuhkan sosok pemimpin yang mampu menjadi pemersatu partai. Menurutnya, tipikal pemimpin pemersatu akan mampu menyinergikan PPP dalam menghadapi persaingan politik di tanah air saat ini. konflik internal dan krisis kepemimpinan, menjadi dasar dari penurunan massa pemilih pada Pemilu 2009 lalu.PPP memang pernah memiliki sosok Hamzah Haz, yang sempat menjadi Wakil Presiden dan menggaet (Alm) KH Zainuddin MZ sebagai tokoh partai. Namun di masa kini PPP belum mempunyai kader yang setingkat dengan dua nama di atas.

PPP mau tidak mau harus berbenah. Ketua Umum Suryadarma Ali , harus bisa “memanfaatkan” posisinya saat ini sebagai Menteri Agama .sebagai wadah pembuktian eksistensi PPP sebagai pengawal kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Ia harus sadar bahwa setiap keputusan yang lahir dari Kementrian Agama yang dipimpinnya, akan memberikan pengaruh yang kuat pada posisi partainya.

PPP harus menemukan figur yang lebih segar dan famous. Banyak tokoh-tokoh muda yang bisa direkrut menjadi motor penggerak partai. figur cendekiawan Komaruddin Hidayat misalnya, atau kadernya sendiri Romahurmuzy atau dosen Paramadina Anies Baswedan .Kesemuanya adalah tokoh-tokoh muda yang bisa mendorong elektabilitas Partai Ka’bah di pemilu 2014.

Setidaknya kita masih bisa berharap pada PPP, sebagai satu-satunya Partai yang non-ormas, untuk menjadi wadah besar politik ummat Islam di Indonesia. dan dengan perbaikan-perbaikan yang dilakukan , membawa Partai ini menjadi lebih baik, dan mencerminkan kiblat politik ummat Islam.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Toggle Footer
TOP